ADA APA DENGAN TEKHNOLOGI

Kalaulah alat atau mesin dijadikan sebagai gambaran konkret teknologi, dapat dikatakan bahwa pada mulanya teknologi merupakan perpanjangan organ manusia. Ketika manusia menciptakan kendaraan bermesin sebagai alat transportasi, alat ini menjadi perpanjangan kakinya. Alat tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan organ manusia. Alat itu sepenuhnya tunduk kepada si Pemakai, melebihi tunduknya budak belian. Kemudian teknologi berkembang, dengan memadukan sekian banyak alat sehingga menjadi perangkat yang rumit. Komputer, kendaraan, mesin-mesin industri, dan sebagainya, semuanya berkembang, khususnya ketika mesin tidak lagi menggunakan sumber energi manusia atau binatang, melainkan alat otomatis yang digerakan dengan listrik, air, uap, api, angin, dan sebagainya. Pesawat udara, misalnya, adalah mesin. Kini, pesawat udara tidak lagi menjadi Perpanjangan organ manusia, tetapi perluasan atau penciptaan organ dan manusia. Bukankah manusia tidak memiliki sayap yang memungkinkannya mampu terbang? Tetapi dengan pesawat, ia bagaikan memiliki sayap. Alat atau teknologi tidak lagi menjadi budak, tetapi dewasa ini telah menjadi kawan, dan bahkan di mana manusia bergantung kepada kemampuan-kemampuannya. Dengan demikian, bagaimanakah dampak kemajuan teknologi dewasa ini? Serta bagaimanakah respon agama (Islam) dalam pemanfaatan teknologi? Perkembangan dan Dampak dari Teknologi Secara singkat, perkembangan teknologi telah menciptakan kemungkinan bagi perbaikan dalam tingkat hidup sejumlah besar manusia, mengangkat dari penderitaan fisik, membebaskan dari kerja berat, mendekatkan yang jauh dan memperpanjang umur. Bahkan dengan kemajuan teknologi, seseorang dapat meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, mempermudah setiap pekerjaan yang menjadi beban dan tanggung jawab yang diemban. Teknologi juga merupakan tulang punggung masyarakat modern. Dengan hasil temuan teknologi masyarakat telah mengalami perkembangan terus-menerus dengan sangat cepat dan pesat, dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri, saat ini berkembang pada posisi masyarakat pelayanan dan informasi dengan teknologinya yang sangat maju. Teknologi informasi sendiri beserta kemajuannya akan menyumbang bagi perwujudan hubungan-hubungan sosial yang lebih bersahabat, menembus sekat-sekat hubungan antar manusia menuju kepada persamaan sosial secara global. Dari segi ini, teknologi merupakan pembebas, setidak- tidaknya itulah dampak yang diharapkan pada masa depan teknologi. Namun, terdapat pula segi negatif dari dampak penggunaan teknologi, setidaknya bagi yang kritis terhadapnya, tidak terbatas kepada peristiwa mengerikan seperti pengunaan bom atom. Teknologi dengan sendirinya menhasilkan suatu tatanan sosial baru, dengan pranata dan pelembagaannya, yang juga “serba teknikalistik dan otomatis”. Dalam masyarakat semacam itulah, timbul tanda-tanda bahwa teknologi juga dapat mengakibatkan alienasi, yaitu keadaan seseorang yang “terasing” dari dirinya sendiri dan nilai kepribadiannya. Salah satu gambaran tentang “alienasi” ini dapat dilihat bahwa manusia telah menciptakan suatu dunia benda-benda buatan manusia yang tidak pernah ada sebelumnya. Manusia semakin menggantungkan dirinya dengan kekuatan-kekuatan yang terkandung dalam benda-benda yang telah ia adakan, sehingga tidak dapat memiliki dirinya dan terasing dari dirinya sendiri. Sementara ketika menengok ke sekeliling akan dapatkan gambaran dampak dari penggunaan teknologi. Misalnya, kota-kota yang berkembang dengan udara yang kotor, kerusakan lingkungan, serta media sosial, radio, dan televisi, yang mengeksploitasi sentimen-sentimen manusia yang paling rendah dan di mana-mana terdapat penderita penyakit mental dan sosial yang menyedihkan dan bertambah-tambah akibat dapak penggunaan teknologi. Respon dan Pandangan Islam terhadap Teknologi Membahas respon Islam terhadap teknologi bukan dinilai dengan banyaknya temuan-temuan teknologi yang tersimpul dalam nash-nash (al Qur’an dah Hadis), bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah yang mendasarinya. Tetapi pembahasan hendaknya diletakan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Quran dan Hadis serta sesuai pula dengan logika penemuan teknologi itu sendiri. Pembahasan ini tidak terlepas dari kaitannya teknologi dengan Al Qur’an dan Hadis sebagai sumber ajaran Islam. Pembahasan tersebut bukan dengan melihat misalnya, adakah teori relativitas atau bahasan tentang angkasa luar, teori teknologi komputer tercantum dalam Al-Quran, tetapi yang lebih utama adalah melihat; pertama, adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan teknologi atau sebaliknya. kedua, adakah satu ayat Al-Quran atau hadis yang bertentangan dengan hasil pemanfaatan teknologi yang berkontribusi positif?. Sebaliknya jika mau membaca Al Qur’an dan Hadis ternyata akan mudah ditemukan jiwa dari beberapa ayat Al Quran dan atau Hadis yang memberikan iklim psikologi guna mendorong manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta medorong menggunakan potensi yang dimiliki untuk mengelola dan memanfaatkan bumi dengan sebaik-baiknya dan dengan cara yang baik (makruf). Dengan kata lain, meletakannya pada posisi "social psychology" (psikologi sosial) bukan pada sisi sejarah perkembangan penemuan teknologi di mana dilihat adakah asal atau teori suatu teknologi yang tersimpul dalam Al Qur’an maupun Hadis. Sejarah cukup menjadi saksi bahwa ahli-ahli Falak, Kedokteran, Kimia, Ilmu Pasti, dan lain-lain cabang ilmu pengetahuan beserta teknologi yang menyertainya, telah mencapai hasil yang mengagumkan di masa kejayaan Islam. Mereka itu adalah ahli-ahli dalam bidang tersebut sedang di saat yang sama mereka juga menjalankan kewajiban agama Islam dengan baik. Tiada pertentangan antara kepercayaan yang mereka anut dengan hasil penemuan mereka, yang dapat dikatakan baru ketika itu bahkan sebagian dari hasil-hasil karya mereka masih dipelajari di negara-negara modern hingga sekarang ini. Antara agama dan ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi tidak mungkin timbul pertentangan, selama keduanya menggunakan cara dan bahasa yang tepat. Manusia mempunyai keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan, dan keinginan mengetahui kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan akalnya serta keinginan untuk membangun dan memakmurkan bumi. Bila kita mengingat kepentingan kedua hal itu, maka tak mungkin terjadi pertentangan. Asal teknologi adalah netral, ia tergantung pada pemakainya. Maka, nyata sekali bahwa faktor “the man behind the gun” ikut memegang peran amat menentukan dalam menjadikan teknologi bermanfaat atau bermudarat. Dan siapa “the man” (manusia) itu jika bukan hakikat yang diwujudkan melalui amal-perbuatan yang dilakukan berdasarkan dorongan batinnya? Menurut keimanan Al-Quran, hakikat manusia ialah amalnya (praksis), dan bahwa nilai dari amalnya itu ditentukan oleh kualitas niat atau motivasi batinnya (innama al a’malu bi an niyat). Karena itu, manusia membutuhkan bimbingan agama yang dapat menyentuh batin maupun amalannya dalam memanfaatkan teknologi. Dalam hal ini, jika memahami sebagaimana misalnya yang dituturkan Nabi dalam do’a “subhanal ladzi sakhhara lana hadza wama kunna lahu muqrinin, wa inna ila rabbina lamungqalabun” (Maha Suci Tuhan yang menundukan –kendaraan- ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak dapat menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepadaNya) dapat dipahami bagaimana memanfaatkan alat sesuai dengan nilai kenabian. Dari kalimat tersebut, ada pengakuan oleh manusia bahwa pada hakikatnya Tuhan lah yang telah menundukan alam maupun alat untuk manusia dan bukan dengan kekuatan milik manusia itu sendiri. Kata sakhhara yang arti harfianya menundukan memiliki makna kontekstual yakni “memberikan kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan” di mana manusia dapat memanfaatkan dengan mudah yang sebelumnya sukar atau bahkan tidak dapat melakukannya sebagai suatu gambaran pengunaan teknologi. Sementara itu pada bagian akhir, menyatakan bahwa manusia akan kembali kepada Tuhan (pada hari kiamat), kembali untuk dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan, demikian juga atas penggunaan dan pemanfaatan teknologi yang tersedia. Berdasarkan petunjuk kitab sucinya, seorang Muslim dapat menerima hasil-hasil teknologi yang asalnya netral, dan tidak menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia. Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur, serta mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka ketika itu bukan hasil teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus memperingatkan dan mengarahkan manusia yang menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat mengalihkan manusia dari jati diri dan nilai kemanusiaan itu sendiri, sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh Islam. Kesimpulan Sebagai kesimpulan, teknologi dan pemanfaatannya adalah suatu keharusan, dan kita memerlukannya untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan. Tetapi, pada waktu yang sama, kita tidak dapat menutup mata dari kenyataan bahwa teknologi, berdasarkan pengalaman justru dapat berkarakter “kontra-produktif ”, yaitu menghapuskan harkat dan martabat kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu, manusia membutuhkan bimbingan dalam pemanfaatan teknologi supaya mengarah pada nilai dari pada tujuan manusia itu diciptakan dan menciptakan peradaban utama yang dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai Rabbani, atau dengan kata lain bagaimana memadukan pikir dan zikir, ilmu dan iman, betapapun kita sendiri sebenarnya secara teknologis masih terbelakang. Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi PDPM kab Tegal

Komentar